Recuerdos

Banyak orang yang menghabiskan malam pergantian tahun dengan orang tercinta. Sedangkan aku menghabiskannya hanya dengan bergelung di balik selimut. Seandainya dia ada disini mungkin aku akan menghabiskan malam tahun baru dengannya. Padahal kami sudah berjanji untuk melepas rindu di malam pergantian tahun kali ini.

Aku bangkit dari ranjang dan melihat ke arah luar jendela. Dari atas gedung ini aku bisa melihat pemandangan ibukota yang terlihat sepi tidak seperti biasanya. Lalu lintas jalanan yang terlihat lengang layaknya kota tidak berpenghuni. Suasana yang hening membuat pikiranku melanglang buana. Suara hujan yang turun seperti melodi yang mengantarkan imajinasiku semakin liar. Otakku seperti melakukan teleportasi waktu. 

Duarrr.... Duarrr.... Duarrrr


Semarak gemuruh ledakan kembang api di langit saling bersahutan. Bahkan gerimis tak menjadi penghalang bagi orang-orang untuk merayakan pergantian tahun.

Sehabis pulang bekerja aku bertemu dengan teman kantor. Bisa dibilang kami lumayan dekat dibanding dengan yang lainnya. Aku pikir lebih baik mengajak teman yang lain dibanding nanti menjadi awkward.

"Hei, bagaimana pekerjaanmu hari ini?" Tanya pria di hadapanku yang sudah lebih dulu tiba di tempat makan. Tadi dia memang jalan lebih dulu karena aku yang masih menyelesaikan pekerjaan untuk mengecek laporan rekonsiliasi antara rekening koran di bank dengan pembukuan yang ada di kantor. Yapp, aku bekerja di bagian keuangan d
i salah satu perusahaan yang cukup ternama di kota Jakarta.

Aku menghela napas lelah. "Cukup melelahkan, Vin. Mungkin karena hari ini akhir tahun jadi lebih banyak pekerjaan yang harus selesai,"

"Bagaimana denganmu sendiri?" Tanyaku balik. 

Alvin mengangkat bahunya. "Seperti biasa aja, Xa,"

Alvin bekerja di perusahaan yang sama denganku. Hanya saja dia berada di bagian Human Capital dengan jabatan yang sama sepertiku. Menurutku pekerjaan Alvin tidak terlalu susah. Entah karena memang aku yang tidak tahu atau memang Alvin yang pandai menyembunyikan kesulitannya.

Alvin bilang Salsa masih berada di kantornya. Kami -maksudku- Salsa memang bekerja di perusahaan yang berbeda. Salsa bekerja di bagian yang sama denganku yaitu keuangan. Jadi, wajar jika Salsa sama terlambatnya denganku. Karena bagi kami orang keuangan, akhir tahun merupakan waktu tersibuk kami selain akhir bulan.

"Xa, ada yang mau aku bicarakan. Mungkin ini terdengar aneh. Aku bicara seperti ini bukan karena desakan keluarga atau cibiran orang sekitar. Tapi aku memang menunggu saat seperti ini," Alvin berbicara cukup lancar tapi entah kenapa hatiku menjadi berdebar. Padahal ucapan Alvin tidak terdengar biasa saja.

Aku masih mendengarkan ucapan Alvin dengan seksama meskipun dengan jantung yang berdegup kencang. "Dari segi umur kita juga sudah dewasa, Xa. Aku pikir kita nggak perlu lah seperti anak ABG lagi yang melewati fase cinta-cintaan yang you know lah maksudku gimana. Aku tahu ini emang tiba-tiba banget tapi sejujurnya aku sudah mikirin ini dari jauh-jauh hari. So,....."

Siall... kepalaku sudah cukup pusing mendengar suara riuh petasan di luar ditambah dengan omongan Alvin yang tidak seperti biasanya. Ahhh... dimana temanku yang satu lagi itu? Ini benar-benar canggung,  batinku.

Sebelum pria di depanku melanjutkan bicaranya terdengar suara dari arah belakangku. "Aduhh... maaf. Tadi di kantor terlalu hectic banget. Sorry ya," ujar wanita yang baru saja tiba dan duduk di sampingku.

Alvin menghentikan ucapannya dan hanya mengangguk sekilas. "Santai aja, Sa," Ucapku sambil tersenyum.

Kenalkan wanita disampingku bernama Salsa. Kami bertiga sudah berteman sejak duduk di bangku kuliah. Maksudku, aku yang memang sudah mengenal Alvin sejak masih di bangku sekolah dasar dan Alvin yang mengenalkan Salsa padaku saat di kampus hingga kami berteman sampai saat ini.

Kami kembali berbincang. Bahkan situasi canggung yang tadi sempat terjadi antara aku dan Alvin sudah tidak ada. Entahlah aku hanya merasa sikap Alvin sedikit berbeda padaku dibanding dengan Salsa. Alvin lebih menjaga sikapnya pada Salsa sedangkan padaku dia lebih berani dan frontal. Bahkan terkadang sikapnya padaku tidak seperti kepada teman pada umumnya. Mungkin karena perbedaan umur antara Alvin dan Salsa. Sedangkan Alvin dan aku memang sepantaran.

Suara dering handphone menginterupsi obrolan kami. "Sebentar ya," Ucap Alvin kemudian bangkit dari duduknya. Dia berjalan agak menjauh sambil mengangkat telepon yang entah dari siapa.

Aku menyeruput orange jus milikku. "Lo nyadar nggak sih Alvin ngeliatin lo mulu daritadi, Xa?" Tanya Salsa tiba-tiba.

Aku hampir menyemburkan minuman yang berada di mulutku lalu menelannya susah payah. "Nggak lah, nggak mungkin. Ngapain juga coba?" 

Salsa mengerutkan dahinya seperti tengah berpikir. "Mungkin aja dia suka lo kali. Kalian juga sudah temenan lama. Coba lo pikir deh Alvin nggak pernah punya pacar padahal kalo dipikir-pikir dia mukanya lumayan ganteng. Nggak mungkin nggak ada yang naksir kan?" Ucap wanita di sampingku. Salsa mengubah pandangannya menjadi terfokus padaku sambil menopang dagunya di tangan.

Aku yang ditatap seperti itu menjadi salah tingkah. "Ya mungkin belum ada yang cocok kali." Elakku.

Jujur saja aku memang menaruh rasa suka pada Alvin. Alvin bisa dibilang masuk dalam kriteria pria idamanku meskipun dia sifatnya menyebalkan. Tapi dia juga baik dan selalu hadir di saat yang tepat.

Salsa sudah akan bicara lagi tapi Alvin keburu datang. Ternyata orangtuanya menelpon untuk menanyakan kabarnya. Alvin dan aku memang salah satu dari sekian perantau di ibukota ini sejak bangku kuliah.

🎉🎉🎉

Semakin malam suasana ibukota semakin ramai. Jalanan sudah dipadati oleh kendaraan yang akan menghabiskan malam tahun baru. Salsa sudah pulang terlebih dahulu karena akan menghabiskan malam pergantian tahun dengan keluarganya. Setiap tahun memang aku dan Alvin tak pernah absen untuk menjelajahi kota Jakarta saat pergantian tahun. Hanya saat-saat tertentu saja kami tidak melakukannya misal saat Alvin atau aku yang balik ke rumah orang tua.

Kepalaku menengadah ke atas melihat langit ibukota yang sudah dipenuhi kembang api. Mungkin jika saat seperti biasa aku akan mengeluh dengan keadaan jalan yang macet ditambah keadaan gerimis seperti ini. Senyumku mengembang kala melihat seorang pria paruh baya yang membonceng seorang wanita sebayanya yang ditengah-tengah mereka terdapat anak kecil berumur sekitar 5 tahun.

"Aku jadi rindu mama dan bapak di kampung, Xa," Alvin yang sedang mengemudi mobil tiba-tiba bersuara membuatku lantas menoleh ke arahnya mengangguk karena setuju dengan ucapannya.

Alvin kembali diam dan aku kembali memperhatikan sekitar. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 11.50 yang artinya 10 detik lagi tahun berganti. 

Satu... 
Dua... 
Tiga... 
Empat... 
Lima... 
Enam... 
Tujuh... 
Delapan... 
Sembilan...

Tepat di detik kesepuluh suara riuh kembang api saling bersahut-sahutan. Bunyi terompet membuat suasana tambah ramai dan seru. Dan saat itu pula Alvin kembali bersuara. "Xa," Panggilnya lagi namun aku hanya berdeham karena sibuk dengan suasana sekarang. Suasana seperti ini jarang sekali kurasakan dan hanya terjadi satu tahun sekali. 

"Di tahun baru ini aku mau membangun hubungan yang baru, Xa. Dan aku mau melakukan itu dengan kamu, Alexa. Kita nggak perlu pacaran layaknya anak ABG, cukup dengan komitmen satu sama lain," Ujar Alvin membuatku yang tadinya sibuk terfokus dengan suasana pergantian tahun menjadi menoleh ke arahnya. Menatap mata Alvin mencari kilat canda di dalam tatapannya namun yang kulihat hanya ada kesungguhan.

Alvin kembali melanjutkan ucapannya, "Orangtua kita juga sudah saling mengenal satu sama lain. Aku juga sudah bicara dengan ayah dua bulan lalu. Kamu ingat kan saat aku mengambil cuti untuk pulang?" 

Aku mengerutkan dahi kemudian ingatan tentang Alvin yang cuti dua bulan lalu kembali terlintas. Alvin memang bilang akan cuti namun hanya bilang karena rindu dengan keluarganya. Dia tidak bilang tentang keluargaku sama sekali. Ayah dan ibu merupakan panggilan Alvin untuk orangtuaku begitupun aku sebaliknya yang memanggil orangtua Alvin dengan mama dan bapak.

Malam itu aku dan Alvin resmi berkomitmen untuk menjalin hubungan yang lebih serius. Katanya dia akan melamarku secara resmi di depan para orangtua bulan depan di pertengahan Februari. 

🎉🎉🎉


Tak sadar jatuh sebulir air dari pelupuk mataku. Pergantian tahun kali ini sangat sepi. Tak ada kembang api yang menyala saling bersahut-sahutan. Tak ada suara terompet. Dan tak ada Alvin. Bukan--- bukan karena dia tidak di Jakarta. Tapi karena memang raganya yang sudah tidak ada. 

Tentu saja semua tahu pada awal Maret lalu datang sebuah virus dari China yang bernama virus corona. Banyak yang kehilangan orang yang dicintai akibat virus sialan ini dan aku salah satunya. Satu bulan lalu Alvin menghembuskan nafas terakhirnya di salah satu rumah sakit rujukan covid-19. Bahkan aku tidak bisa mengantarnya ke tempat peristirahatan terakhirnya.

"Ahh sial... semoga virus ini cepat pergi," ucapku kesal. Mulai muak dengan keadaan yang seperti ini. Semoga dunia cepat pulih dan virus segera dapat ditangani.

Tahun ini mungkin aku kehilangan seseorang. Tapi aku harap di tahun baru ini merupakan kesempatan untuk memulai segalanya dari awal. Membuka lembaran baru dengan orang-orang baru pula. Berharap setahun ke depan lebih baik dari tahun sebelumnya. 

🎉🎉🎉

Komentar

Postingan Populer